Tujuan Pembelajaran:
-
Siswa
dapat memahami mengenai konsep dasar perpajakan
-
Siswa
dapat memahami mengenai peraturan-peraturan terkait dengan konsep dasar
perpajakan
1.
Pengertian
Pajak
Berikut ini dipaparkan mengenai pengertian Pajak menurut para ahli:
·
Prof.
Dr. Rochmat Soemitro, SH.
Pajak ialah iuran rakyat kepada negaranya berdasarkan Undang-Undang
atau peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor publik yang bisa
dipaksakan dan yang langsung dapat ditunjuk serta digunakan untuk membiayai
kebutuhan atau kepentingan umum.
·
Prof.
Dr. Djajaningrat
Pajak merupakan kewajiban untuk memberikan sebagian harta kekayaan
kepada negara karena kejadian, keadaan juga perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu dimana pungutan itu bukanlah sebuah hukuman, namun kewajiban
berdasarkan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan bisa
dipaksakan. Tujuannya tetap untuk memelihara kesejahteraan masyarakat pada
umumnya.
·
Dr.
Soeparman Soemahamidjaya
Pajak merupakan iuran wajib bagi warga, baik berupa uang maupun
barang yang dipungut oleh penguasa menurut norma-norma hukum yang berlaku guna
untuk menutup segala biaya produksi barang dan jasa untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat secara umum.
·
Prof.
Dr. PJA Andriani
Menurut beliau yang pernah menjadi guru besar di sebuah Perguruan
Tinggi Universitas Amsterdam, pajak merupakan iuran rakyat atau masyarakat pada
negara yang bisa dipaksakan dan terhutang bagi yang wajib membayarnya sesuai
dengan peraturan UU dengan tidak memperoleh suatu imbalan yang langsung bisa
ditunjuk serta digunakan untuk pembiayaan yang diperlukan pemerintah.
Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang adalah
·
Undang
- Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang
terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap
berdasarkan pada Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung
serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya.
·
Menurut
UU Perpajakan Nasional
Pajak ialah iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan peraturan
undang-undang tanpa memperoleh imbalan langsung yang digunakan untuk pembiayaan
segala pengeluaran secara umum serta pengeluaran pembangunan.
2.
Unsur-Unsur
Pajak
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur, yakni:
·
Iuran
dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Yang berhak memungut pajak adalah negara,
baik melalui pemerintah pusat maupun
daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
·
Berdasarkan
Undang-Undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
Sifat pemungutan pajak adalah
dipaksakan berdasarkan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang beserta
aturan pelaksanaannya.
·
Tanpa
jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapatditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
·
Digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
3.
Fungsi
Pajak
Ada empat fungsi pajak :
·
Fungsi
anggaran (budgetair) : Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak.
·
Fungsi
mengatur (regulerend) : Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi
stabilitas : Dengan adanya fungsi pajak sebagai stabilisator, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
·
Fungsi
redistribusi pendapatan : Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Keempat fungsi pajak di atas adalah fungsi dari pajak yang umum
dijumpai di berbagai negara. Untuk penerapan di Indonesia sendiri saat ini
pemerintah lebih menitik beratkan ke dua fungsi pajak yang pertama.
4.
Teori-Teori
Pemungutan Pajak
Berikut ini merupakan beberapa teori yang menjelaskan atau
memberikan justifikasi pemberian hak
kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah:
·
Teori
Asuransi : Negara melindungi keselamatan
jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus
membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu remiasuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut. Artinya,
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak disamakan dengan membayar premi.
Beberapa pakar menentang teori asuransi sebagai dasar pemungutan pajak karena
jika timbul kerugian, tidak penggantian secara langsung dari negara, serta
antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah
terdapat hubungan langsung.
·
Teori
Kepentingan : Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
masing-masing orang. Kepentingan yang dimaksud adalah perlindungan masyarakat
atasjiwa dan hartanya yang seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
·
Teori
Daya Pikul : Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang
dikenakan pajak harus sama beratnya. Artinya pajak yang harus dibayar
sesuai dengan daya pikul (besarnya
penghasilan dan besarnya pengeluran) masing-masing orang. Untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu:
1)
Unsur
objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
seseorang
2)
Unsur
subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yangharus dipenuhi.
3)
Teori
Bakti : Dasar keadilan pemungutan
pajak terletak pada
hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai
warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. Oleh
karena itu, negara memiliki hak mutlak untuk memungut pajak dari masyarakat.
Teori bakti dikenal jugasebagai teori kewajiban mutlak. Berkebalikan dengan
ketiga teori sebelumnya yang tidak
mengutamakan kepentingan
negara diatas kepentingan
warganya, teori inidapat
dikatakan mengutamakan kepentingan
negara diatas kepentingan masyarakat.
4)
Teori
Asas Daya Beli : Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti
menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian, kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
5.
Asas
- Asas Pemungutan Pajak
Apa yang menjadi asas dipungutnya pajak? Berikut ini merupakan asas
pemungutan pajak yang dapat dipakai oleh suatu negara sebagai asas dalam
menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak baik bagi warga negara sendiri
maupun asing. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
·
Asas
domisili (domicile/residence principle)
Asas ini memberikan penjelasan bahwa suatu negara dapat mengenakan
pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan Domisili. Yang dimaksud domisili disini
adalah tempat tinggal untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan tempat kedudukan
untuk Wajib Pajak badan. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak ini dapat dikenakan pajak sesuai ketentuan berlaku di negara tersebut.
Asas ini tidak melihat apakah penghasilan tersebut di peroleh di dalam negeri
maupun dari luar negeri.Contoh: Penghasilan yang diperoleh Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang berdomisili (berkedudukan di Indonesia) dapat dikenakan pajak.
·
Asas
sumber
Negara yang menganut asas ini dapat mengenakan pajak terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh di negara tersebut. Segala penghasilan
yang bersumber dari negara tersebut dapat mengenakan pajak tanpa melihat dimana
Wajib Pajak berdomisili. Contoh: Penghasilan yang diterima oleh singapore Ltd.
(Wajib Pajak Luar Negeri) atas jasa yang dimanfaatkan di Indonesia dapat
dikenakan pajak.
·
Asas
kebangsaan (Nationality/Citizenship Principle)
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Hampir sama
halnya dengan asas domisili, suatu negara dapat mengenakan pajak atas status
kewarganegaraan Wajib Pajak. Contoh: Luqman merupakan Warga Negara Indonesia
yang berada di Thailand selama 5 bulan. Dalam rentang waktu tersebut, Luqman
menerima penghasilan dari Thailand dan Indonesia. Maka Negara Indonesia berhak
mengenakan pajak terhadap penghasilan yang diterima baik dari Thailand maupun
Indonesia.
6.
Syarat
Pemungutan Pajak
Dalam hal pemungutan pajak, harus sesuai dengan syarat berikut ini
:
·
Pemungutan
pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang-Undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
·
Pemungutan
pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis)
Di indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun
warganya.
·
Tidak
mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan sebagian sumber daya
dari masyarakat tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
·
Pemungutan
pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
·
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru.
7.
Tata
Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilakukan dengan tiga stelel pajak :
·
Stelsel
nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Sedangkan, kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir
periode (setelah penghasilan riil diketahui)
·
Stelsel
anggapan (fictieve stelsel)
Penggenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
Undang-Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
·
Stelsel
campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.
Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka Wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil
kelebihannya dapat diminta kembali.
8.
Sistem
Pemungutan Pajak
·
Official
Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
Ciri-cirinya:
1)
Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
2)
Wajib
Pajak bersifat pasif
3)
Utang
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
·
Semiself
Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada
fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
·
Self
Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besrnyan yang terutang
Ciri-cirinya:
1)
Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
2)
Wajib
Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang
3)
Fiskus
tidak ikut campur dan hanya mengawasi
·
With
Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
9.
Pengelompokan
Pajak
·
Menurut
Golongannya
a)
Pajak
Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak
Penghasilan
b)
Pajak
Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai
·
Menurut
Sifatnya
a)
Pajak
Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak
Penghasilan
b)
Pajak
Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
·
Menurut
Lembaga Pemungutannya
a)
Pajak
Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b)
Pajak
Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah
terdiri atas:
-
Pajak
Daerah Tk.I (propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas
Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
-
Pajak
Daerah Tk.II (kotamadya/kabupaten), contoh: Pajak Pembangunan I, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, dan Pajak Bangsa Asing.
10.
Tarif
Pajak
Tarif pajak dikelompokkan menjadi empat macam :
·
Tarif
Sebanding/Proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap
besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh: untuk penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah Pabean
akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
·
Tarif
Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Bea Meterai, nominalnya tetap 3000 atau 6000 dan tidak ada
tarif berupa persentase untuk pajak bea materai.
·
Tarif
Progresif
Persentasi tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
Contoh: Pasal 17 UU PPh No 36 Tahun 2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
· Sampai dengan Rp 50.000.000,00 tarif pajaknya 5%
· Diatas Rp 50.000.000,00 – Rp 25.000.000,00 tarif pajaknya 15%
· Diatas Rp 250.000.000,00 -
Rp 500.000.000,00 tarif pajaknya
25%
· Diatas Rp 500.000.000,00 tarif pajaknya 30%
Menurut kenaikan persentasi tarifnya, tarif progresif dibagi:
a. Tarif progresif-progresif: kenaikan persentasi semakin besar
(Pasal 17 UU PPh No 36 Tahun 2008)
b. Tarif progresif tetap: kenaikan persentasi tetap
c. Tarif progresif degresif: kenaikan presentasi semakin kecil
·
Tarif
Degresif
Tarif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil
apabila Dasar Pengenaan Pajaknya menurun. Pada prakteknya, Undang-Undang
Perpajakan di Negara Indonesia tidak pernah menggunakan tarif degresif.
11.
Perlawanan
Pajak
Perlawanan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
·
Perlawanan
pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan
baik
·
Perlawanan
aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
b. Tax evasion, usaha merinagnkan beban pajak dengan cara yang
melanggar Undang-Undang Perpajakan yang berlaku (menggelapkan pajak).
0 komentar:
Posting Komentar