Tujuan
Pembelajaran:
-
Siswa dapat memahami mengenai inflasi dan pengaruhnya
-
Siswa dapat menerapkan metode perhitungan inflasi
A.
Definisi Inflasi
Inflasi
(inflation) merupakan persentase kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang
secara umum dikonsumsi rumah tangga (Ensiklopedia Indikator Sosial Ekonomi
Edisi 1 2011). Ada barang/jasa yang harganya naik dan ada barang/jasa yang
harganya turun. Namun ada juga yang harganya tetap.
Definisi inflasi
menurut Nopirin (1990:17) inflasi adalah proses kenaikan harga-harga
umum secara terus menerus, jadi inflasi tidak berarti bahwa harga-harga barang
dan jasa meningkat dalam persentase yang sama. Boediono
(1995:34) mengatakan bahwainflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Dari beberapa definisi
inflasi tersebut, ada tiga aspek yang perlu mendapat perhatian
khusus, aspek yang dimaksud adalah:
1.
Kecenderungan Kenaikan
Harga-harga
Inflasi memiliki makna
adanya kecenderungan kenaikan hargadibandingkan dengan tingkat harga
sebelumnya, tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik
dibandingkan dengan periode sebelumnya, tapi tetap dalam kecenderungan yang
meningkat.
2.
Bersifat Umum
Jika kenaikan harga
hanya berlaku pada satu komoditi dan kenaikan itu tidak akan mendorong naiknya
harga-harga komoditi lainnya, maka gejala ini tidak dapat disebut sebagai
inflasi karena kenaikan harga tersebut tidak bersifat umum. Tetapi jika
pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka hampir bisa dipastikan
bahwa harga-harga komoiditas lainnya akan ikut naik. Artinya, dengan naiknya
harga BBM maka tarif angkutan akan naik yang pada gilirannya akan mendorong
naiknya biaya produksi yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan harga-harga
barang/jasa lainnya.
3.
Berlangsung Secara
Terus Menerus
Kenaikan harga yang
bersifat umum belum bisa dikatakan gejala inflasi jika hanya terjadi sesaat,
misalnya hari ini terjadi kenaikan harga dibandingkan hari sebelumnya, tapi
keesokan harinya harga kembali turun pada tingkat semula. Secara empirik,
perhitungan inflasi biasanya dalam rentang waktu satu bulan, triwulan, semester
dan tahunan (Al Arif, 2010: 85).
Apakah setiap
kenaikan harga akan dengan sendirinya mengakibatkan inflasi?. Jawaban atas
pertanyaan ini tergantung pada kondisi yang terjadi, apakah kenaikan harga
tersebut bersifat umum dan terus menerus atau hanya bersifat
sementara(temporer) dan sporadis. Jika yang dihadapi oleh masyarakat
adalah kejadian yang terakhir maka kenaikan harga-harga itu belum
dapat dikatakan sebagai inflasi.
Pertanyaan yang
sering muncul adalah mengapa tingkat inflasi harus dikendalikan?. Penurunan
inflasi secara bertahap adalah penting dan memberikan berbagai manfaat antara
lain: Pertama, penurunan secara bertahap akan menghindarkan penerapan
kebijakan moneter yang terlampau ketat yang dapat berdampak buruk bagi proses
pemulihan ekonomi. Artinya kebijakan moneter yang terlalu ketat ataupun terlalu
longgar akan dihindarkan karena akan mendorong laju inflasi dan meningkatkan
volatilitas nilai tukar rupiah. Kedua target inflasi yang ditetapkan
akan menjadi realistis Ketiga, tingkat inflasi yang tinggi dan sekaligus
berfluktuasi memiliki biaya yang sangat mahal dalam perekonomian(Nasution,
2004).
Bank
sentral (Bank Indonesia) memandang penting terciptanya kestabilan
harga,karena inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif
kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat, antara lain:
Inflasi yang
tinggi menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun dan akhirnya
semua orang, khususnya orang miskin akan bertambah miskin
Inflasi yang
tidak stabil akan menciptkan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi
dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang
tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam konsumsi, investasi
dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Tingkat inflasi
domestik yang tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di manca negara (negara
tetangga) akan menyebabkan tingkat bunga riil domestik menjadi
tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
B. Jenis-Jenis Inflasi
Karateristik
inflasi dapat digambarkan melalui penjelasan mengenai sebab terjadinya inflasi.
Inflasi dapat terjadi karena tiga hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuidtas/jumlah uang beredar/alat tukar) dan tekanan
biaya/produksi.
1.
Inflasi Akibat Tarikan
Permintaan
Kenaikan harga-harga
yang disebabkanoleh permintaan total (aggregat demand) yang berlebihan,
biasanya dipicu oleh bertambahnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu kenaikan harga-harga secara umum.
Analisisnya
kita mulai dari pergeseran AD1ke AD2 yang disebabkan oleh kenaikan
permintaan dari Q1 ke Q2. Kenaikan tersebut menyebabkan kenaikan harga
dari P1 ke P2. Jika kenaikan permintaan terus
bertambah misalnya dari AD2 ke AD3,maka akan terjadi kenaikan
harga dari P2 ke P3. Kenaikan permintaan yang terjadi terus menerus
akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi)
2. Inflasi
Akibat Tekanan Biaya(cost push inflation)
Kenaikan harga-harga
umum yang diakibatkan dorongan atau kenaikan biaya-biaya produksi, misalnya
adanya tuntutan kenaikan Upah Minimum Propvinsi (UMP) oleh serikat buruh
perusahaan yang direspon oleh perusahaan. Kenaikan upah tersebut akan mendorong
naiknya biaya produksi, yang pada akhirnya akan menekan harga jual produk
barang dan jasa. Contoh lain inflasi jenis ini adalah adanya kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan ini akan menyebabkan meningkatnya ongkos
transportasi (biaya transportasi) yang pada akhirnya akan menekan naiknya
harga-harga umum (inflasi)
Inflasi
jenis ini ditandai adanya kenaikan harga dan turunnya tingkat
produksi atau inflasi jenis ini dibarengi dengan resesi ekonomi. Keadaan
ini berawal daripenurunan dalam penawaran total (aggregat supply) sebagi
akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pada gilirannya akan menaikkan
harga (inflasi) dan berkurangnya jumlah produksi.
Analisisnya
kita mulai dari pergeseran kurve penawaran S1 ke S2 yang disebabkan
oleh berkurang jumlah penawaran dari Q3 ke Q2 menyebabkan kenaikan
harga dari P1 ke P2. Jika penurunan penawaran terus
bertambah misalnya dari S2 ke S3, maka akan terjadi
kenaikan harga dari P2 ke P3. Berkurangnyapenawaran yang terjadi
terus menerus akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi).
Disamping
itu, inflasidapat dikelompokkan menurut jenisnya yang mencakup inflasi secara
umum, inflasi berdasarkan asalnya, inflasi berdasarkan cakupan pengaruhnya,
inflasi berdasarkan sifatnya dan inflasi berdasarkan tingkat keparahannya serta
inflasi berdasarkan periode.
A.
Inflasi
Secara Umum, meliputi:
1. Inflasi
IHK atau inflasi umum (headline inflation) adalah inflasi seluruh barang dan
jasa yang dimonitor harganya secara periodik. Inflasi IHK merupakan
gabungan dari inflasi inti, inflasi harga administrasi dan inflasi gejolak
barang (volatile goods).
2. Inflasi
inti (core inflation) adalah inflasi barang dan jasa yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (ekspektasi inflasi, nilai
tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran) yang sifatnya cenderung
permanen, persisten, dan bersifat umum.
3. Inflasi
harga administrasi (administered price inflation) adalah Inflasi yang harganya
diatur oleh pemerintah terjadi karena campur tangan pemerintah, misalnya
kenaikan harga BBM, kenaikan TDL dan kenaikan tarif tol serta PHS
untuk beberapa komoditas.
4. Inflasi
gejolak barang-barang (volatile goods inflation) adalah inflasi barang dan jasa
yang perkembangan harganya sangat bergejolak. Inflasi bahan makanan yang
bergejolak terjadi pada kelompok bahan makanan yang dipengaruhi faktor-faktor
teknis, misalnya gagal panen, gangguan alam dan kendala transportasi serta
perubahan, dan atau anomali cuaca.
B.
Inflasi
Berdasarkan Asalnya, terdiri dari:
1. Inflasi
yang berasal dari dalam negeri adalah inflasi barang dan jasa secara umum di
dalam negeri
2. Inflasi
yang berasal dari manca negara adalah inflasi barang dan
jasa (barang dan jasa yang diimpor) secara umum di luar negeri
C. Inflasi Berdasarkan
Pengaruhnya, terdiri dari:
1.
Inflasi tertutup
(closed inflation) adalah inflasi yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau
beberapa barang tertentu.
2.
Inflasi terbuka (open
inflation) adalah inflasi yang terjadi pada semua barang dan jasa
secara umum.
D. Inflasi Berdasarkan
Sifatnya, dapat dibedakan menjadi:
1. Inflasi
merayap (creeping inflation) adalah inflasi yang rendah dan berjalan lambat
dengan persentase yang relatif kecil serta dalam waktu yang relatif lama.
2. Inflasi
menengah (galloping inflation) adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan
harga yang cukup besar dan seringkali berlangsung dalam periode waktu yang
relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi.
3. Inflasi
Tinggi (hyper inflation) adalah inflasi yang paling parah dan ditandai dengan
kenaikan harga mencapai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot tajam.
E. Inflasi Berdasarkan
Tingkat Keparahannya:
1. Inflasi
ringan adalah inflasi yang besarnya <10% per tahun
2. Inflasi
sedang adalah inflasi yang besarnya antara 10% -30% per tahun
3. Inflasi
berat adalah inflasi yang besarnya antara 30%-100% per tahun
4. Inflasi
hiper adalah inflasi yang besarnya > 100% per tahun
F. Inflasi
Berdasarkan Periode, terbagi menjadi tiga, antara lain:
1.
Inflasi tahunan (year
on year) mengukur IHK periode bulan ini terhadap IHK di periode yang
sama di tahun sebelumnya, misalnya inflasi pada Desember 2011 terhadap inflasi
pada Desember 2010
2.
Inflasi bulanan
(month to month) mengukur IHK bulan ini terhadap IHK bulan
sebelumnya, misalnya IHK bulan Desember 2011 terhadap IHK bulan November 2011
3.
Inflasi kalender atau year
to date mengukur IHK bulan ini terhadap IHK awal tahun, misalnya inflasi
dari bulan Januari hingga Desember 2011.
G. Metode Menghitung
Inflasi
Hitungan
perubahan harga tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan istilah
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI).
Persentase kenaikan IHK dikenal/dinamakan dengan inflasi, sedangkan
penurunannya disebut deflasi.
Apa
itu Indeks Harga Konsumen (IHK)?.
IHK
adalah suatu indeks yang menghitung rerata perubahan harga dalam suatu periode,
dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga
dalam kurun waktu tertentu. Menurut Ensiklopedia Indikator Sosial Ekonomi Edisi
1 2011, jenis barang dan jasa dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu:
1. Bahan
makanan
2. Makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau
3. Perumahan,
listrik, gas dan bahan bakar
4. Sandang
5. Kesehatan
6. Pendidikan,
rekreasi dan olah raga
7. Transpotasi,
komunikasi dan jasa keuangan
Sejak
bulan Juni 2008, IHK mencakup sekitar 282-441 komoditas dihitung berdasarkan
pola konsumsi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) di 66 kota. Rumus yang
digunakan untuk menghitung IHK adalah Laspeyres yang dimodifikasi.
Misalkan IHK pada bulan Juli 2013 adalah 121,74 (2010=100)., berarti tingkat
harga (konsumen/eceran) pada bulan Juli 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan
tigkat harga (konsumen/eceran) tahun 2010.
Kriteria dan
Interpretasi terhadap hasil perhitungan IHK:
·
IHKn< 100: tingkat
harga (konsumen/eceran) pada periode berjalan lebih kecil dibandingkan tahun
dasar
·
IHKn = 100:
tingkat harga (konsumen/eceran) pada periode berjalan sama dengan tahun dasar
·
IHKn> 100: tingkat
harga (konsumen/eceran) pada periode berjalan lebih besar dibandingkan tahun
dasar
Inflasi
dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan cara menghitung perubahan
Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK merupakan nilai indeks yang mengukur harga
rata-rata barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga. Jika IHK pada saat ini
(misalnya bulan September) lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya
(misalnya bulan Agustus), maka dapat dikatakan bahwa terjadi kenaikan tingkat
harga umum (inflasi). Jika terjadi sebaliknya, maka disebut terjadi penurunan
tingkat harga umum (deflasi).
Apa
manfaat mengetahui angka inflasi?. Ada beberapa manfaat mengetahui tingkat inflasi,
antara lain:
·
Salah satu asumsi makro
ekonomi
·
Indeksasi upah dan
tunjangan gaji pegawai
·
Penyesuaian nilai
kontrak
·
Eskalasi nilai proyek
·
Penentuan target
inflasi
·
Indeksasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
·
Sebagai pembagi PDB,
PDRB (GDP deflator)
·
Sebagai proksi
perubahan biaya hidup
·
Indikator dini tingkat
bunga, valas, dan indeks harga saham
Rumus
yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah:
Keterangan:
INFn:
inflasi atau deflasi pada waktu (bulan atau tahun) (n)
IHKn :
Indeks Harga Konsumen pada waktu (bulan atau tahun) (n)
IHKn-1 :
Indeks Harga Konsumen pada waktu (bulan atau tahun) (n-1)
Interpretasi
terhadap hasil perhitungan infasli (INFn) adalah:
·
INFn <
0: tingkat harga sejumlah barang jasa yang secara umum dikonsumsi oleh
rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n) mengalami penurunan dibandingkan
pada waktu (bulan atau tahun) (n-1). Keadaan ini disebut sebagai deflasi.
·
INFn =
0: tingkat harga sejumlah barang jasa yang secara umum dikonsumsi oleh
rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n) sama dengan waktu (bulan atau
tahun) (n-1)
·
INFn>
0: tingkat harga sejumlah barang jasa yang secara umum dikonsumsi
oleh rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n) mengalami peningkatan
dibandingkan pada waktu (bulan atau tahun) (n-1). Keadaan ini disebut sebagai
inflasi.
Berdasarkan
hasil pemantauan BPS di 66 kota di Indonesia, pada bulan Juli 2010 terjadi
inflasi sebesar 1,57 persen, atau terjadi kenaikan IHK dari 119,86 pada bulan
Juni 2010 menjadi 121,74 pada bulan Juli 2010. Dengan menggunakan rumus pada
persamaan 7.1, diperoleh inflasi pada bulan Juli 2010 sebesar
(121,74–119,86)/119,86 x 100% = 1,57%.
H. Kebijakan Untuk
Mengatasi Inflasi
Ada
dua kebijakan makro ekonomi yang paling sering dibahas dan diterapkan sejak
dahulu kala sampai sekarang. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan fiskal
(fiscal policy) dan kebijakan moneter (monetary policy).
a.
Kebijakan
Fiskal
1. Sejarah
Kebijakan Fiskal
Ketika
perekonomian dunia dilanda resesi ekonomi yang sangat berat yang terjadi pada
tahun 1930-an, ternyata kebijakan moneter tidak efektif menanggulangi
permasalahan tersebut. Untuk alasan itu, para ekonom mulai berpikir tentang
kebijakan lainnya yaitu kebijakan fiskal. Kebijakan tersebut semakin berkembang
seiring dengan terbit karya John Maynard Keynes yang berjudul “The General
Theory of Employment, Interest and Money” pada tahun 1936. Sejak saat itu para
ekonom menjadikan pemikiran Keynes sebagai dasar pengembangan dan penerapan
kebijakan fiskal. Pada saat itu kebijakan fiskal hanya fokus pada upaya
penangulangan masalah pengangguran. Setelah PD II kebijakan fiskal digunakan
pula untuk mengatasi masalah inflasi.
2. Definisi
kebijakan fiskal
·
Definisi dalam arti
luas: semua peraturan dan tindakan yang diambil/dilakukan dalam bidang penerimaan
dan pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan stabilisasi ekonomi,
memperluas kesempatan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan upaya
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
·
Definisi dalam arti
sempit: peraturan tentang perpajakan (low tax)
·
Pemahaman lain dari
kebijakan fiskal oleh Brue (2005: 214) fiscal policy consits of deliberate
changes in goverment spending and tax collections designed to achieve full
employment, control inflation, and encourage economic growth.
Ada
dua jenis kebijakan fiskal yaitu kebijakan fiskal aktif (expansionary fiscal
policy) dan kebijakan fiskal pasif (contractionary fiscal policy)
3. Instrumen
Kebijakan Fiskal
Instrumen
kebijakan fiskal berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah, antara
lain:
·
Perpajakan (Tax)
·
Pengeluaran pemerintah,
baik pusat maupun daerah
·
Subsidi
·
Transfer payment
b.
Kebijakan
Moneter
1. Definisi
Kebijakan Moneter
Pasal (1) ayat 10
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia (BI) yang kemudiandiamandemenmenjadi UU No.3 Tahun
2004 TentangBImenyatakanbahwakebijakanmoneteradalahkebijakan yang
diterapkandandilaksanakanolehBIuntukmencapaidanmemeliharakestabilan rupiah yang
dilakukanantara lain
melaluipengendalianuangberedardan/atausukubunga. Dalam hal ini, BI bisa menggunakan
pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga (pendekatan harga).
Kebijakan
moneter dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu: (1). Kebijakan
moneter yang ketat (kontraktif) dan (2). Kebijakan moneter yang longgar (ekspansif). Kebijakanmoneterkontraktifdidesainuntukmenekanlajuperekonomian,
kebijakaninibiasanyadilakukanapabilajumlahuangberedardianggaplebihbanyakdibandingkandenganjumlah
yang ditetapkanatauperekonomianmengalamitekananinflasi. Sedangkan kebijakan
moneter ekspansif didesain untuk memberikan stimulus bagi perekonomian.
2. Instrumen
Kebijakan Moneter
Instrumen
kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media pengendalian operasi moneter
yang dimiliki dan dapat digunakan oleh bank sentral untuk
mempengaruhi sasaran operasional dan sasaran akhir yang telah ditetapkan oleh
bank sentral atau pemerintah (Warjiyo, 2005:14) dan (Solikin dan
Suseno, 2002: 26).
Instrumen
pengendalian moneter dapat digolongkan:
1. Menurut
cara instrumen mempengaruhi sasaran operasional, instrumen ini terdiri dari:
instrumen langsung dan tidak langsung
2. Menurut
orientasinya di pasar keuangan: instrumen yang berorientasi pasar(market
oriented/base) dan yang tidak berorientasi pasar (non-market oriented/base)
3. Menurut
diskresinya: instrumen yang diskresinya berada di bank sentral dan di peserta
pasar.
Instrumen
langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secara langsung
mempengaruhi sasaran operasional yang diingingkan oleh bank sentral. Dalam
instrumen ini terdapat hubungan korespondensi (one-to-one) antara
instrumen dan sasaran operasional. Misalnya, penetapan pagu kredit dapat
langsung mempengaruhi jumlah kredit domestik yang dapat disalurkan oleh
perbankan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi jumlah uang beredar. Ada dua
variabel yang dapat dikendalikan yaitu ”harga” (suku bunga) dan kuantitas
simpanan kredit pada sistem perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Instrumen tidak
langsung merupakan usaha untuk mengendalikan variabel moneter dengan cara
mempengaruhi neraca bank sentral. Bank sentral mempengaruhi posisibase
money atau bank reserve yang pada akhirnya mempengaruhi kredit
dan penawaran uang (Alexander et al., 1995).
Melalui
instrumen tidak langsung bank sentral dapat mencapai atau mewujudkan sasaran kebijakan
dengan cara mempengaruhi kondisi pasar uang melalui salah satu fungsinya
sebagai institusi yang berwewenang untuk mengedarkan uang, yakni dengan cara
mempengaruhi kondisi yang mendasari permintaan dan penawaran uang. Usaha untuk
mengendalikan variabel moneter dapat juga dilakukan dengan cara mempengaruhi
neraca bank sentral sendiri, yaitu reserve money yang pada akhirnyaa
akan dapat mempengaruhi suku bunga secara luas dan kuantitas uang serta kredit
di dalam sistem perbankan (Grey et al dalam Ascarya, 2002: 5).
Instrumen tidak
langsung terdiri dari: (A). operasi pasar terbuka (Open Market Operations),
(B). cadangan primer (reserve requirement), dan (C). fasilitas
pendanaan jangka pendek atau fasilitas diskonto dan (D). Himbauan moral.
A. Operasi
Pasar Terbuka
Operasi pasar
terbuka (OPT) merupakan instrumen kebijakan moneter yang paling banyak
digunakan oleh bank sentral atau otoritas moneter, baik di negara-negara
industri maupun di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia (Bank
Indonesia) dalam implementasi kebijakan moneter, karena instrumen tersebut
lebih berorientasi pasar, keterlibatan peserta tidak
mengikat, dan arah (stance) kebijakannya mudah ditangkap oleh pelaku
ekonomi serta tidak membebankan pajak kepada bank.
OPT adalah
kegiatan bank sentral melalukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek
dalam rangka mengendalikan jumlah uang beredar (JUB) atau suku bunga
jangka pendek. Jika bank sentral bertujuan untuk mengurangi JUB, bank sentral
akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank komersial/umum agar cadangan
(reserve) bank-bank berkurang sehingga kemampuan bank-bank memberikan pinjaman
menurun, tindakan tersebut yang dinamakan sebagai kebijakan moneter yang
kontraktif (kontraksi moneter).
Sementara
itu, untuk menambah JUB, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk
meningkatkan kemampuan bank-bank umum memberikan pinjaman sehingga JUB
bertambah/meningkat. Penjualan atau pembelian surat-surat berharga
dapat juga dilakukan oleh bank sentral ke/dari masyarakat agar dapat menambah
atau mengurangi JUB.
OPT merupakan
instrumen tidak langsung yang dapat digunakan oleh bank sentral atau Bank
Indonesia dalam operasi kesehariannya (day to day). Kegiatan OPT akan merubah
total cadangan (reserve) pada neraca-neraca bank komersial (depository
institutions) akibat dari perubahan uang primer (monetary base). Perubahan
kuantitas uang primer akan berpengaruh terhadap pada kuantitas uang dan kredit.
B. Fasilitas
Diskonto
Fasilitas
diskonto adalah instrumen kebijakan moneter dapat digunakan bank sentral dalam
usaha mengendalikan JUB melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank
sentral kepada perbankankomersil. Jika bank sentral memberikan tingkat diskonto
yang lebih tinggi, maka perbankan akan mengurangi permintaan kredit dari bank
sentral yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan perbankan memberikan
pinjaman (kredit), akibatnya JUB berkurang. Sebaliknya, jika bank sentral
menetapkan diskonto yang lebih rendah, maka perbankan akan meningkatkan
permintaan kredit ke bank sentral yang pada akhirnya akan menambah kemampuan
perbankan memberikan pinjaman, akibatnya JUB bertambah.
Proses kerja
instrumen tersebut dinamakan ” discounting”. Dengan kata lain fasilitas
diskonto merupakan pinjaman yang diberikan oleh bank sentral kepada bank
komersial dengan cara menetapkan tingkat discount rate sebagai
tingkat bunga yang dikenakan atas pinjaman perbankan/bank komersial kepada bank
sentral. Untuk kasus Amerika Serikat, faktor yang mempengaruhi
total discount windowyang dipinjamkan oleh The Fed kepada bank
komersial adalah spread antaradiscount rate dengan federal
fund rate. Jika federal fund rate maka discount ratejuga
meningkat, demikian juga sebaliknya.
C. Giro
Wajib Minimum (reserve requirement)
Giro Wajib
Minimum (GWM) atau cadangan wajib minimum adalah ketentuan bank sentral (Bank
Indonesia) yang mewajibkan bank-bank umum/komersial untuk memelihara sejumlah
alat-alat likuid (reserves) sebesar persentase tertentu dari kewajiban
lancarnya.
Alat-alat likuid
yang dimaksud dapat berupa: (i) kas dan (ii) giro pada bank sentral. Cadangan
dibedakan atas dua bentuk yaitu cadangan primer dan cadangan sekunder. Cadangan
primer lebih mengacu pada GWM, sementara cadangan sekunder merupakan tambahan
cadangan, biasanya dalam bentuk surat berharga.
Jumlah atau
besarnya GWM yang harus dipenuhi oleh bank komersialsangat tergantung pada
kondisi makroekonomi suatu negara, misalnyaBank Indonesia melalui PBI mengatur
kembali GWM yang didasarkan atas kondisi yang dialami oleh perekonomian di
akhir tahun 2010 yakni adanyatekanan inflasi serta kondisi ekses likuiditas
perbankan yang tinggi dan persisten perlu dikendalikan agar tidak berdampak
pada peningkatan ekspektasi inflasi yang dapat berpengaruh pada stabilitas
moneter. Stabilitas sektor keuangan perlu terus didukung oleh penguatan kondisi
sektor perbankan dalam menghadapi berbagai risiko dan pengoptimalan fungsi
intemediasi perbankan
D. Himbauan
Moral (Moral Suasion).
Himbauan moral
merupakan instrumen kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan bersifat kualitatif
karena hanya berupa himbauan yang sifatnya mengarahkan atau memberikan
informasi makro untuk dijadikan masukan oleh perbankan dalam
manajemen aset dan kewajibannya (Rose and Marquis, 2006:384).
Misalnya, BImenghimbau perbankan agar berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya
ke sektor perumahan atau sektor lainnya yang berpotensi menjadi kredit
bermasalah.
3. Sasaran
Kebijakan Moneter
Sasaran kebijakan moneter terdiri dari:
(A). Sasaran operasional, (B). Sasaran antara, dan (C). Sasaran akhir.
A. Sasaran
Operasional.
Sasaran
operasional atau sasaran kerja merupakan sasaran yang ingin segera
dicapai oleh bank sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran
operasional digunakan untuk mengarahkan sasaran antara dalam upaya mewujudkan
sasaran akhir (sasaran antara hanya digunakan pada pendekatan Kuantitas).
Penetapan
sasaran operasional tergantung pada jalur mana yang diyakini efektif dalam
transmisi kebijakan moneter. Kriteria sasaran operasional antara lain: (1).
Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran
antara, (2). Dapat dikendalikan oleh bank sentral, (3). Tersedia lebih segera
dibanding sasaran antara, akurat dan tidak sering direvisi (Mishkin dalam
Ascarya, 2002: 15).
Sehubungan
dengan pemilihan variabel untuk sasaran operasional, Boediono
(1998) menyatakan bahwa terdapat diskusi di antara pakar moneter dan praktisi
di bank sentral tentang issue mengenai apakah quantity
targeting (uang beredar) atauprice targeting (suku bunga) yang lebih
efektif. Menariknya persoalan ini karena perubahan-perubahan mendasar dalam
perekonomian dapat menyebabkan efektivitas kebijakan moneter menjadi kurang
efektif. Untuk alasan itu, paradigma lama yang berpandangan bahwa otoritas
moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui pengendalian uang beredar
(M1) dan (M2) sebagai sasaran antara dan uang primer (M0) sebagai sasaran
operasional mulai dipertanyakan efektivitasnya.
B.
Sasaran Antara
Jika diibaratkan
sebagai kapal yang sedang berlayar di tengah lautan menuju pelabuhan akhir yang
masih jauh berada di depan sana, maka sasaran antara sejatinya berfungsi
sebagai alat bantu navigasi atau kompas yang dengan cepat dapat memberikan
petunjuk kepada stakeholder, baik kapten, anak buah kapal maupun penumpang
mengenai arah kapal apakah berlayar dalam jalur menuju sasaran akhir yang tepat
sehingga penumpang tetap tenang.
Sasaran antara
dipilih dari variabe-variabel yang memiliki keterkaitan stabil denganvariabel
sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral,
tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Besaran-besaran
moneter/agregat moneter (Mo, M1dan M2),nilai tukar atau
suku bunga digunakan sebagai sasaran antara, tapi dalam Inflation Targeting
variabel sasaran antara hanya berfungsi sebagai variabel indikator. Bank
sentral New Zealand menggunakan variabel kombinasi antara suku bunga dan nilai
tukar sebagai indikator kondisi moneter di dalam negeri.
C. Sasaran
Akhir.
Sasaran akhir
kebijakan moneter kebanyakan bank sentral adalah suatu kondisi
makroekonomi yang ingin dicapai oleh pemerintah dan bank sentral. Tapi,sasaran
akhir yang dimaksud tidak selalu sama antara satu negara dengan negara lainnya,
tidak pula sama dari waktu ke waktu, misalnya sejak UU No.23/2009
diterapkan, BI memiliki kebijakan moneter yang
bersasaran tunggal (single objective), sementara bank sentral Amerika
Serikat dan bank sentral Malaysia serta bank sentral lainnya
memiliki kebijakan moneter yang bersasaran ganda (multiple
objectives). Disamping itu, sasaran akhir kebijakan moneter bersifat dinamis
dan selalu mengacu pada kepentingan dan kebutuhan perekonomian suatu negara.
Penentuan
sasaran akhir kebijakan moneter di masing-masing negara tergantung pada tujuan
yang dimandatkan oleh undang-undang bank sentral suatu negara. Misalnya di
Indonesia, penentuan sasaran akhir kebijakan moneter mengacu Pasal 7 ayat (1)
UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI yang secara eksplisit mencantumkan bahwa
tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter), baik secara internal
maupun eksternal.
0 komentar:
Posting Komentar